Aku seharusnya menjadi Ibunya tapi kami saling mencintainya


Kisah tentang Wanita-Wanita  Bule yang Kesepian 




Di sebuah pesisir pantai Gambia, negara yg dijuluki "Smiling Coast of Africa", tampak para wanita2 bule kisaran umur 45-55 sedang menikmati koktail mereka. Tak jarang mereka saling curi pandang dan senyum dengan pria2 negro lokal, yg kebanyakan berumur jauh lebih muda dari mereka.
Senyuman dan rayuan semacam ini tidak akan pernah mereka alami di negara asal mereka, Inggris. Banyak dari mereka mengharapkan utk kembali dari liburan 2-minggu mereka dengan kulit coklat, pengalaman indah, DAN juga suami baru yg dapat memberikan mereka perhatian yg selama ini mereka idam2kan. Inilah fenomena yg terjadi dikedua negara tersebut, Inggris dan Gambia.


Melihat pria2 negro muda berjalan2 dengan wanita2 bule umur 40-50 tahunan adalah pemandangan biasa disini



Para pria Gambia muda, terutama remaja, tidak jarang menargetkan wanita bule atau "TOUBAB", dalam bahasa mereka. Pernikahan dengan wanita Eropa adalah tujuan mereka, untuk mendapatkan tiket ke sebuah negara dengan "ENDLESS OPPORTUNITIES". Disebuah negara yg rakyatnya memiliki penghasilan rata2 30 Pounds/minggunya (sekitar 300,000 rupiah), mendapatkan seorang pacar bule adalah suatu berkah. Namun hal ini bertentangan dengan pendapat Solomon, seorang pria Gambia yg pernah menikahi seorang wanita Inggris yg berusia 9 tahun lebih tua dari dia. "Budaya kita terlalu berbeda! dan kalau pernikahannya kandas, kau akan menjadi gelandangan, tidak punya teman, dan tidak punya tiket pulang! Solomon memperingatkan kepada para pemuda lokal untuk tidak mengikuti jejaknya, namun masih banyak saja pernikahan antara wanita bule tua dengan pria lokal sana. Solomon telah memiliki seorang anak, namun lebih memilih untuk mengikuti Ibunya ke Inggris.
"Hari paling indah dalam hidup saya", ujar Sylvia Eastman asal Inggris, 55 tahun, yg menikahi Alagie, 30 tahun



Sylvia Eastman, 55, telah berkali2 ditolak masuk hotel karena ulah dan tingkah laku pasangan negronya, Alagie. Sylvia terpaksa tinggal di rumah Alagie yg tidak ada listrik ataupun air. Nasib Alagie berbeda dengan Ousman, 30, yg menikahi seorang Ibu rumah tangga yg telah bercerai, Helen Sykes, 59. Helen membiayai Ousman utk membuka kafe dan bar milik sendiri, sehingga dia punya penghasilan. "Dia benar2 pria yg hebat dan menawan, saya beruntung telah bertemu dia.", ujar Helen.
"Cinta kita nyata"Lamin Sarr, asal Gambia memeluk istri barunya asal Inggris, Polly Francis



Polly Francis, yg berumur 60 tahunan, bertemu Lamin Sarr (20 tahunan) seorang resepsionis hotel sekitar 8 tahun yg lalu. Polly berusaha untuk mendapatkan visa Inggris utk Lamin, dengan biaya sebesar 800 Pounds (sekitar 8 juta rupiah), namun tidak sanggup karena dia baru saja membayar utk operasi pinggulnya. Polly pun tidak dapat menikahi Lamin, karena dia BELUM BERCERAI DENGAN SUAMINYA DI INGGRIS! "Saya tahu saya cukup tua untuk menjadi Ibu Lamin, dan orang pikir saya hanya mencari pelampiasan nafsu, namun tidak, saya benar2 mencintainya!" ujar Polly.

Polly sendiri sudah memiliki 3 anak dari suami sebelumnya, 2 laki dan 1 perempuan. Awalnya mereka tidak dapat menerima percintaan saya dan Lamin, tapi lama2 mereka terbiasa. Anak saya yg paling muda pernah mengunjungi Lamin, mereka berdua sangat akrab!

0 Response to "Aku seharusnya menjadi Ibunya tapi kami saling mencintainya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel