Mitos dan Fakta Stimulasi Dini pada Anak

 Mitos dan Fakta Stimulasi Dini pada Anak



Kemampuan dan perkembangan otak anak ternyata bisa dimaksimalkan untuk menunjang kehidupannya di masa depan. Syaratnya, otak perlu distimulasi sejak dini agar dapat berkembang dengan maksimal.
"Salah satu cara yang paling tepat adalah dengan menstimulasi otak saat anak berusia tiga tahun. Usia ini merupakan usia emas anak dalam masa pertumbuhannya," ungkap Najelaa Shihab, praktisi pendidikan, dalam talkshow di acara Breastfeeding Fair di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Diungkapkan Najelaa, sampai saat ini upaya orangtua untuk menstimulasi perkembangan otak anak masih belum maksimal. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya mitos dan fakta yang beredar di masyarakat tentang cara-cara menstimulasi otak anak.
"Mitos yang beredar di masyarakat ada yang tepat, tapi ada juga yang kurang tepat. Pengetahuan orangtua diuji dengan mengetahui mitos dan fakta ini, agar ketika kita tahu yang terbaik, maka kita bisa melakukan yang terbaik," tambahnya.

1. Mitos: Kehamilan yang "sibuk" membuat stres

Fakta: Stimulasi anak juga bisa dimulai sejak masih dalam kandungan. Saat masih berada di dalam kandungan, bayi sudah bisa merasakan dan mengingat berbagai hal yang dialami sang ibu. "Kehamilan merupakan waktu yang paling tepat untuk membentuk dan mengembangkan struktur sosial dalam diri anak," ujar Najelaa.
Karena itu, saat hamil bangunlah kebiasaan sehat Anda. Salah satunya dengan menghindari stres saat beraktivitas. Dengan kehamilan yang tenang, Anda pun akan bebas stres.

Stimulasi: 1. Makan makanan yang sehat dan rajin berolahraga, karena kebiasaan sehat ibu akan menular pada sang anak nantinya.
2. Hindarkan diri dari stres, pandang segala hal dari sisi positifnya, dan jalani kehamilan dengan menyenangkan. Lakukan berbagai hal yang Anda sukai, karena hal ini bisa menjadi "pelajaran" yang berharga bagi anak.
3. Struktur sosial anak bisa dikembangkan dengan cara sosialisasi sang ibu dengan banyak orang. Berbagilah pengalaman tentang berbagai hal, termasuk kehamilan, kepada orangtua, keluarga, sesama ibu hamil, dan teman-teman. Hal ini akan membantu kemampuan bersosialisasi anak.

2. Mitos: Bayi hanya membutuhkan perhatian dan interaksi dengan ibu

Fakta: Banyak orangtua khawatir pada kesehatan dan perkembangan bayi mereka, sehingga mereka enggan membiarkan bayi berinteraksi dengan banyak orang. "Padahal bayi juga butuh teman lain selain ibunya," beber Najelaa. Misalnya, dengan teman sebayanya, dan tentunya dengan ayahnya.

Stimulasi:
1. Kembangkan jiwa sosial dan kemampuan sosialisasi anak dengan membiarkan anak bermain dengan teman sebayanya sesering mungkin. Anda juga perlu berkawan dengan orangtua yang punya anak seusia anak Anda, untuk membantu meningkatkan sosialisasi anak.
2. Beri kesempatan pada ayah untuk mengambil peran dalam mengurus anak. Dengan demikian, bonding ayah dan anak akan terbangun dengan erat. Interaksi dengan ayah ini sangat diperlukan untuk membangun kepribadian anak. "Ikatan ayah dan anak seringkali kurang kuat karena ibu jarang memberi kesempatan dan mendukung ayah untuk ikut mengurus bayi," tukasnya.

3. Mitos: Stimulasi kognitif, cara terbaik untuk perkembangan anak
Fakta: Orangtua sering berpikir bahwa stimulasi dini yang paling penting adalah stimulasi otak. Padahal stimulasi tidak hanya dilakukan untuk merangsang kemampuan kognitif anak saja, melainkan juga kemampuan sosialisasi dan emosional anak. Kemampuan kognitif anak akan berkembang seiring bertambahnya kemampuan emosi dan sosialisas mereka.

Stimulasi:
1. Stimulasi dengan kata-kata dan perbuatan positif sangat dibutuhkan anak. Beri pujian atas perbuatan positif anak, dan berikan berbagai perbendaharaan kata baru untuk mereka.
2. Meski masih kecil, anak sudah belajar tentang empati dan perspektif. Untuk merangsang kemampuannya, ajarkan anak sejak dini cara berempati terhadap orang lain.
3. Kembangkan kepercayaan dan kebanggaan diri untuk membantu merangsang kemampuan kognitif mereka.

4. Mitos: Bayi adalah objek penerima perhatian
Fakta: Banyak orang bilang, bayi yang belum bisa melakukan apa-apa adalah objek penerima perhatian yang harus menerima semua perbuatan yang kita lakukan. Ini disebabkan karena mereka belum bisa menyampaikan maksud dan keinginan mereka dengan jelas. Namun, sebenarnya hal ini tidaklah tepat karena sebenarnya orangtua lah yang seharusnya lebih reaktif dari keinginan anak.
"Orangtua harus menjadi orang yang bisa mengerti keinginan anak-anaknya, meskipun mereka tak menyampaikannya dengan cara yang mudah dimengerti," tukasnya.

Stimulasi:
1. Sebenarnya, ketika dilahirkan anak-anak sudah memiliki temperamen. Hal ini akan berpengaruh pada kepribadian bawaan mereka. Karena itu, sebelum melakukan apapun untuk memenuhi keinginan anak dan memberi stimulasi yang tepat, orangtua harus bisa memahami kondisi emosional anak.
2. Pada usia tiga tahun, anak-anak lebih banyak memperhatikan daripada mendengarkan. Agar anak tak mencontoh sifat buruk orangtuanya, sebaiknya berhati-hati dan kontrol perbuatan Anda di depan anak. Beri contoh sikap yang baik agar otak mereka terstimulasi untuk melakukan hal-hal yang baik.

5. Mitos: Mainan edukatif bisa menstimulasi anak lebih baik
Fakta: Tidak ada mainan yang bisa mendidik dengan sendirinya. "Pada dasarnya bermain dengan segala jenis permainan adalah jalan terbaik untuk belajar," jelas Kepala Sekolah Cikal ini. Hanya saja, selalu dampingi anak saat bermain, agar otak mereka menerima pengetahuan baru dari orangtuanya saat dibantu untuk menyelesaikan permainan tersebut.

Stimulasi:
1. Bebaskan anak untuk bermain dengan segala macam permainan, dari yang simpel seperti bermain pasir, sampai mainan yang menantang seperti bermain di tangga. Tantangan ini menurut Najelaa bisa membuat anak percaya diri dan belajar dari kesalahannya.
2. Rangsang kemampuan anak dengan kegiatan seni. Misalnya melukis, bermain cat, atau lainnya. Karena seni merupakan alat terbaik untuk mengembangkan kemampuan anak.


sumber

0 Response to "Mitos dan Fakta Stimulasi Dini pada Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel