Meski di Vonis Hukuman Mati , Pastor Iran tetap menolak kembali ke Islam
Youcef Nadarkhani, pastor asal Iran, sudah ditahan selama seribu hari dan tetap menolak untuk kembali menjadi muslim meski divonis hukuman mati. Dia menegaskan hanya mengikuti kata hati berpindah keyakinan untuk menjadi Seorang Kristen
Stasiun televisi CNN melaporkan, Rabu (11/7), Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Senin lalu sekali lagi meminta kepada pemerintah Iran segera mengeluarkan Nadarkhani dari penjara serta membebaskan dia dari seluruh tuntutan. "Pastor Nadarkhani tetap terancam hukuman mati hanya lantaran mengikuti kata hati," kata Victoria Nurland, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika kepada wartawan.
Youcef Nadarkhani lahir di Kota Rasht, Iran bagian Utara. Orang tuanya dan dia sejak kecil beragama Islam. Tetapi, pada umur 19 tahun dia keluar dari Islam dan memeluk Kristen. Dia lalu dipercaya menjadi misionaris dan memimpn jaringan gereja rumah di Negeri Mullah itu.
Nadarkhani ditangkap pada Oktober 2009 setelah mengajukan protes kepada para pejabat pendidikan setempat. Dia melakukan itu lantaran mengetahui anaknya dipaksa membaca Alquran di sekolah. Pengadilan memvonis dia hukuman mati atas dakwaan murtad. Madarkhani mengajukan kasasi. Mahkamah Agung menetapkan vonis bisa dibatalkan jika ia bersyahadat lagi.
Berbagai organisasi internasional, termasuk Amnesty International, the Voice of Martyrs, serta Pusat Hukum dan Keadilan dimotori pemerintah Amerika giat melakukan penentangan eksekusi Nadarkhani. Bahkan, komunitas Ahmadiyah turut buka suara mengenai hal itu. "Menghukum mati seseorang dalam kasus itu atas nama Islam menurut saya bukan cerminan wajah Islam sebenarnya. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dan Islam," kata Harris Zafar, juru bicara Ahmadiyah Amerika.
Konstitusi Iran menjamin kesetaraan perlakuan terhadap semua pemeluk agama. Meski murtad tidak termasuk di dalam undang-undang, kebanyakan pelakunya pasti dihukum mati. Sejak sengketa pemilihan presiden Iran tiga tahun lalu, penganiayaan terhadap kaum Baha'i, mualaf Kristen, dan Muslim Sunni meningkat.
Nadarkhani ditangkap pada Oktober 2009 setelah mengajukan protes kepada para pejabat pendidikan setempat. Dia melakukan itu lantaran mengetahui anaknya dipaksa membaca Alquran di sekolah. Pengadilan memvonis dia hukuman mati atas dakwaan murtad. Madarkhani mengajukan kasasi. Mahkamah Agung menetapkan vonis bisa dibatalkan jika ia bersyahadat lagi.
Berbagai organisasi internasional, termasuk Amnesty International, the Voice of Martyrs, serta Pusat Hukum dan Keadilan dimotori pemerintah Amerika giat melakukan penentangan eksekusi Nadarkhani. Bahkan, komunitas Ahmadiyah turut buka suara mengenai hal itu. "Menghukum mati seseorang dalam kasus itu atas nama Islam menurut saya bukan cerminan wajah Islam sebenarnya. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dan Islam," kata Harris Zafar, juru bicara Ahmadiyah Amerika.
Konstitusi Iran menjamin kesetaraan perlakuan terhadap semua pemeluk agama. Meski murtad tidak termasuk di dalam undang-undang, kebanyakan pelakunya pasti dihukum mati. Sejak sengketa pemilihan presiden Iran tiga tahun lalu, penganiayaan terhadap kaum Baha'i, mualaf Kristen, dan Muslim Sunni meningkat.
Komentar saya :
Kebebasan Memeluk Agama adalah Kebebasan yang Paling Hakiki dari Manusia ,dan Negara atau apapun juga ga berhak untuk memaksakannya apalagi menggunakan Kekerasan
Kebebasan Memeluk Agama adalah Kebebasan yang Paling Hakiki dari Manusia ,dan Negara atau apapun juga ga berhak untuk memaksakannya apalagi menggunakan Kekerasan
0 Response to "Meski di Vonis Hukuman Mati , Pastor Iran tetap menolak kembali ke Islam"
Posting Komentar